KANG RAWIN DAN WEWE GOMBEL
KANG RAWIN DAN WEWE GOMBEL
(Sebuah nama sebuah cerita berdasarkan kisah nyata)
Namaku Rawin, sebuah nama yang singkat dan sederhana, sampai saat inipun aku belum mengerti arti makna namaku..Namun aku yakin pasti ada harapan masa depan kelak untuk mereka. Dari sebuah kampung di pinggiran aliran sungai serayu yang airnya jernih pada masa itu, aku terlahir dan tumbuh besar bersama anak-anak kampung yang sederhana.
Pekerjaan ayah yang hanyalah seorang kusir delman, itupun bukan miliknya, melainkan kepunyaan kakekku ...mbah Karta namanya. Tidak hanya itu, kami sekeluarga juga masih menempati rumah kosong selama 2 tahun, waktu itu umurku masih 5 tahun, milik seorang kepala dusun namanya Pak Sumarjo, orang kampung biasa memanggil Bau Marjo.
Suatu ketika Bau Marjo datang ke rumah memberi kabar bahwa rumahnya yang selama ini kami tempati akan ada yang menyewa, untuk itulah kami tidak mau harus pindah, sebenarnya ada rasa sedih meninggalkan rumah itu tapi apalah daya keluarga kami hanyalah berstatus numpang. Tapi untungnya kami diperbolehkan tinggal di rumahnya yang berada di grumbul tambangan, walaupun sebenarnya itu bisa dibilang bukan rumah tapi sebuah dapur.
Usia ku menginjak 7 tahun, ketika itu rumah yang kami tempati kebetulan dekat sekali dengan sungai serayu, wajar saja setiap hari aku bermain tak bosan-bosannya di sungai hingga sore hari, terkadang sampai orang tua marah karena mengkhawatirkanku.
Tidak seperti zaman sekarang yang apa saja terasa lebih mudah, waktu itu untuk membiayai sekolah anak-anaknya saja ayahku merasa berat. Bagaimana tidak, umurku yang sudah menginjak 7 tahun seharusnya sudah bersekolah, layaknya anak-anak yang lain sebayaku. Kuberanikan diri untuk protes ke ayahku, menanyakan mengapa aku belum juga di daftarkan sekolah. Namun jawabannya sungguh membuatku sedih, dia bilang buat makan saja susah nak, apalagi mikir buat kamu sekolah.
Memang aku juga menyadari kondisi orang tuaku waktu itu. Kami tiga bersaudara dan aku adalah anak bungsu , waktu itu kakakku yang sulung kelas 2 SD dan kakakku yang nomor dua baru kelas 1 SD. Tidak seperti anak bungsu yang lainnya, biasanya mereka lebih di manja dan disayang, tidak sepertiku justru hanya ingin bersekolah saja ayahku merasa tidak sanggup membiayai. Walaupun aku juga sadar atas kondisi ekonomi orang tua, untuk itulah aku bertekad dalam hati untuk tidak menyerah dan menerima nasib begitu saja.
KEBERANIAN SEORANG ANAK KECIL YANG SADAR AKAN PENTINGNYA PENDIDIKAN 💪
Tekadku sudah bulat dan kuat, aku tak peduli dengan jawaban ayahku soal sekolahku kemarin. Akhirnya aku datang sendiri untuk mendaftar sekolah, kalau diibaratkan suporter sepak bola yang terkenal dengan sebutan bonek singkatan dari Bondho Nekad, ya aku seperti mereka juga, bedanya modal nekad ku demi cita-citaku mengenyam pendidikan agar tidak bodoh dan terbelakang. Karena aku paham betul, bahwa kemiskinan dan kebodohan adalah sebuah lingkaran setan, dan itu harus diputus dengan jalan belajar dan bersekolah secara formal.
Beruntung kepala sekolahnya baik hati, beliau memperbolehkanku untuk masuk sekolah, mau tahu bagaimana penampilanku...Berbanding terbalik dengan anak-anak yang lain yang memakai seragam sekolah baru, sepatu baru dan tas ransel baru, dengan seragam sekolah bekas pemberian tetangga, kakiku telanjang tak bersepatu dan tas plastik pengganti tas ransel sekolah, alhamdulillah akhirnya aku bersyukur bisa mengenyam bangku sekolahan. Walaupun sebenarnya untuk usiaku yang sudah 9 tahun, seharusnya diriku sudah kelas 2 SD.
Ternyata cerita kesedihanku tidak cukup sampai disini, selepas kakkeku meninggal orang tuaku menghadapi badai rumah tangga hingga memutuskan pisah ranjang, penyebabnya karena masalah ekonomi, kami sebagai anak tidak menyalahkan, karena mungkin sudah takdirnya begitu. Delman yang menjadi andalan mengais rejeki ayahku pun di jual beserta kudanya oleh nenek, menambah deretan kesedihan keluargaku, karena masalah itu ayahku sakit hati terhadap nenek.
BIBIT ENTREPRENEUR RAWIN
Hari terus berganti dengan segala problematika di dalam keluarga kami, namun aku tak pernah berpikir ini adalah akhir dari segalanya. Kami bertiga kebetulan satu sekolahan, kakak pertama kelas 5 , kakak ke dua kelas 3 dan aku sendiri baru kelas 1 SD. Suatu hari, selepas pulang sekolah kami melewati tempat agen es lidi milik seorang warga kampung, namanya Pak Kawis. Terbersit ide, bagaimana caranya mencari uang untuk meringankan beban orang tua dengan berjualan es keliling kampung.
Kami bertiga tak ada yang berani ke sana sendirian , akhirnya berangkatlah kami bersama - sama menemui pak kawis di rumahnya, untuk menyampaikan maksud dan tujuan berjualan es miliknya. Gayungpun bersambut, pak kawis bersedia bekerjasama dengan kami. Semenjak hari itu kami bertiga berjualan es keliling dengan membawa thermos, jangan dibayangkan thermosnya seperti sekarang. Thermos jaman dulu masih sederhana dengan kaca didalamnya dan berbahan seng di luarnya. Aku yang paling kecil membawa 1 thermos sama dengan kakakku berdua. Jualan Es keliling ini kami jalani sekitar tahun 1981, hingga pak kawis menutup usahanya sebagai agen es lidi.
Namanya juga kehidupan, pastinya akan mengalami suka dan duka. Begitupun keluarga kami, walaupun kedua orangtuaku sudah berpisah, namun sepertinya mungkin ada hikmahnya untuk mereka berdua. Tak terasa ibuku sudah satu tahun meninggalkan kami, demi bekerja mencari rezeki di jakarta. Kesempatan pulang kampung itu, digunakan ibu untuk membeli kebutuhan memperbaiki rumah. Alhamdulillah rumah kami akhirnya terasa lebih layak, dengan adanya ruang tamu dan ruang kamar tidur, sepertinya ibu memang ingin membuktikan bahwa pilihannya pergi bekerja ke jakarta adalah tepat. Terima kasih ibu....
Sebelum ibuku berangkat lagi ke jakarta, aku dititipkan ke budhe, rumahnya kebetulan juga dekat di brusan, dekat dengan Rawa Winong, nama sebuah rawa di desa cindaga kabupaten banyumas. Memang untuk soal kebutuhan makan, jajan dan sekolah kalau tinggal di tempat budhe dan pak dhe Kastawi tidak pernah kekurangan, bahkan sebenarnya mereka juga mengajarkan tanggung jawab untuk rajin bekerja. Kebetulan mereka tipe pekerja keras, selain bertani kangkung pakdhe juga beternak unggas. Makanya setiap hari, aku ditugaskan membantu mereka. Dari mulai memberi makan unggas peliharaan pakdhe, hingga memetik kangkung sampai berkarung-karung setiap harinya, hingga urusan mencuci piring aku yang melakukannya sendiri.
RAWIN NGUMPET DI KIRA DI BAWA WEWE GOMBEL 😁😁😁
Suatu kali akhirnya aku memutuskan untuk tinggal bersama ayahku, aku pamit sama pakde dan bude, dikiranya mungkin kenapa-kenapa, mereka melarangku namun aku memaksa untuk pergi, hingga akhirnya aku minggat dari rumahnya...jangan ditiru loh yah guys 😢😢😢
Bukannya langsung pulang ke rumah, aku sengaja sembunyi di pepohonan pisang sambil tidur-tiduran. Ku dengar suara budheku datang ke rumah menanyakan ke ayahku apakah aku sudah sampai rumah belum. Tentu saja ayah kaget, soalnya aku memang belum sampai masuk ke rumah menemui ayahku.
Sekejap seisi rumah dan tetangga sekitar geger, beritanya aku di bawa wewe gombel... maklum jaman itu kan suasana kampung masih gelap jalanannya dan warga kampung masih percaya takhayul, semua kejadian di hubung - hubungkan dengan dunia alam gaib. Padahal aku sengaja tidak menampakkan diri karena bingung takut disalahkan, bahasa gaulnya sekarang lagi galau gitu deh.
Selama masa persembunyian itu, aku duduk di pinggir kali di atas perahu milik Mas Kartono, sambil memikirkan bagaimana langkah selanjutnya, waktu itu aku betul-betul bingung...alhamdulillah untung gak sampe kepikiran bunuh diri yah...
Saking bingung dan takutnya, apalagi orang-orang sudah ramai memanggil namaku yang dikira di bawa wewe gombel, mereka membawa obor, panci dan alat-alat dapur lainnya untuk dibunyikan sambil bernyanyi " rawin bali bapane kawin maning " yang artinya rawin pulanglah bapakmu mau nikah lagi. Tak ada pilihan akhirnya sebuah pohon kelapa aku naiki, sebuah tempat persembunyian yang bagus dari pengejaran mereka,,,heem nekad banget siih
WEWE GOMBEL AKHIRNYA NGANTAR RAWIN PULANG
Pepatah lama mengatakan, sejauh-jauhnya bangau terbang dia akan kembali ke sarangnya, sekuat-kuatnya aku nongkrong di pohon kelapa, tanpa terasa lapar melanda. 😜😜😜
Akhirnya Wewe Gombelnya Mengembalikan aku ke rumah...wewe gombelnya adanya di dalam perut..katanya dia lapar ...hahahaa...ada-ada saja nih kang rawin....😂😂😂
Sekian jangan lupa ngopi brooo
Wassalam.
Posting Komentar untuk "KANG RAWIN DAN WEWE GOMBEL "
Silahkan Berkomentar yang Positif No Link dan SARA
Terima kasih