Pengertian SILPA Dan SiLPA Dalam Pengelolaan Anggaran Daerah/Desa
Bagi para stakeholder atau pemangku kepentingan di daerah/desa, istilah SILPA dengan huruf besar maupun SiLPA dengan huruf kecil tentunya pasti tidaklah asing lagi.
Hal ini dikarenakan dalam setiap aspek pembiayaan kegiatan/belanja daerah/desa pastinya akan membutuhkan anggaran yang berisikan sumber pembiayaan maupun output/pengeluaran dari sumber pembiayaan tersebut yang berupa pengeluaran belanja, kegiatan pembangunan dan kegiatan lainnya
Definisi SILPA
SILPA (dengan huruf I besar/capital) adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan, yaitu selisih antara surplus/defisit anggaran dengan pembiayaan netto. Dalam penyusunan APBD angka SILPA ini seharusnya sama dengan nol. Artinya bahwa penerimaan pembiayaan harus dapat menutup defisit anggaran yang terjadi. Misalnya dalam APBD terdapat defisit anggaran sebesar Rp 100 Miliar, ditutup dengan penerimaan pembiayaan (pembiayaan netto) sebesar Rp 100 Miliar, maka SILPA-nya adalah Rp0, namun jika terdapat defisit anggaran sebesar Rp 100 Miliar dan ditutup dengan penerimaan pembiayaan (pembiayaan netto) sebesar Rp 120 Miliar (SILPA Positif), yang berarti bahwa secara anggaran masih terdapat dana dari penerimaan pembiayaan Rp 20 Miliar yang belum dimanfaatkan untuk membiayan Belanja Daerah dan/atau Pengeluaran Pembiayaan Daerah. SILPA Positif ini perlu dialokasikan untuk menunjang program-program pembangunan di daerah ( sumber : http://www.djpk.kemenkeu.go.id )Definisi SiLPA
Sedangkan SiLPA (dengan huruf i kecil) adalah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran, yaitu selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. Jadi dana sisa tersebut bisa saja negatif atau positif tergantung selisih nilai/angka antara penerimaan anggaran terhadap pengeluaranSiLPA Positif dan SiLPA Negatif
Misalnya realisasi penerimaan daerah tahun anggaran 2018 adalah Rp.600 juta sedangkan realisasi pengeluaran daerah adalah Rp. 500 juta, maka SiLPA-nya adalah Rp.100 juta.
Penerimaan Anggaran (600 juta) - Pengeluaran (500 juta) = (+) 100 juta
Nah, untuk contoh di atas adalah "SiLPA positif", mengapa dinamakan SiLPA Positif ? karena jumlah penerimaan anggaran lebih besar daripada jumlah pengeluaran untuk kegiatan pembangunan/kegiatan lainnya di suatu desa.
Seyogyanya, suatu daerah/desa dalam mengelola anggarannya usahakan SiLPA nya positif jangan sampai negatif, karena biar bagaimanapun nantinya akan membebani kelancaran kegiatan pembangunan di daerah/desa tersebut
Sebaliknya SiLPA negatif berarti penerimaan anggaran lebih kecil daripada pengeluarannya, misal Penerimaan Anggaran Rp. 500 juta sedangkan Pengeluaran sebesar Rp. 600 juta, maka perhitungannya terjadi minus atau defisit anggaran sebesar Rp.100 juta
Penerimaan Anggaran (500 juta) - Pengeluaran ( 600 ) = (-) 100 juta
Apabila SiLPA suatu daerah/desa negatif maka harus dicarikan jalan keluar atau solusi agar nilai SiLPAnya menjadi positif, caranya bisa bermacam-macam misalnya dengan mencari sumber dana/penerimaan alternatif lainnya atau misal ada sejumlah piutang maka harus diusahakan agar pihak peminjam segera melunasi kewajibannya, bisa juga dengan mengurangi pengeluaran di pos kegiatan maupun belanja desa
Sebenarnya mekanisme penggunaan SiLPA sudah diatur dalam sebuah peraturan pemerintah, yaitu Permendagri No.13 Tahun 2006 pasal 137 yang menyebutkan bahwa Sisa Lebih Perhitungan Anggaran ( SiLPA) tahun sebelumnya merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung dan mendanai kewajiban lainnyasampai dengan akhir tahun anggaran yang belum diselesaikan
Masalah yang umum terjadi adalah kesalah pahaman mengenai SiLPA ini yang dianggap sebagai Pendapatan Asli Daerah/Desa, padahal kalau dilihat dari Permendagri No.13 Tahun 2006 Pasal 137 tersebut, SiLPA merupakan dana sisa yang peruntukannya hanya diperbolehkan untuk digunakan dalam pembiayaan belanja , kegiatan pembangunan serta kegiatan lainnya, jadi bukan dihitung sebagai PAD
Demikian semoga artikel yang berjudul "Pengertian SILPA Dan SiLPA Dalam Pengelolaan Anggaran Daerah/Desa" dapat bermanfaat menambah pengetahuan serta wawasan para pembaca semuanya
Salam Cerdas Revormer !
Hehehehe berarti perlu akonting ya bro dalam pengelolaan dana desa
BalasHapusya itu nanti ada mekanisme pelaporannya di siskeudes klo desa bro
Hapus